Senin, 07 Februari 2011

Pengujian Protein

A. Fungsi Protein
Zat pembentuk sel baru
Zat penyusun sel seperti; nukleoprotein, enzim, hormon, antibodi, dan kontraksi
Zat pengganti sel rusak
Sumber energi (4 kkal/gram)
B. Pengertian
Polimer dengan asam amino sebagai monomer-monomernya.
Polipeptida rantai panjang dengan salah satu ujungnya berupa asam karboksilat dan ujung lainnya gugus amina.
Makromolekul (BM > 40.000) dan termasuk juga kelompok makronutrien.
C. Pengujian
Kualitatif
1. Biuret
Protein + (CuSO4++NaOH 20 %) biru lembayung

2. Millon
Protein + Hg2(NO3)2 merah (gugus fenol pada asam amino tirosin)
3. Ninhidrin
Protein + pereaksi ninhidrin biru lembayung
Kuantitatif
1. Volumetri
- Kjeldahl
Mengukur kadar protein total berdasarkan jumlah nitrogen yang terdapat dalam sampel cocok untuk protein tak larut atau terkoagulasi akibat pemanasan dalam pengolahan.
Prinsipnya ialah melakukan tiga tahap pengujian, yaitu :
- Destruksi : mengubah N dalam protein menjadi (NH4) 2SO4
- Destilasi : memecah (NH4)2SO4  NH3 ditangkap oleh asam
- Titrasi : mengukur sisa asam yang tidak bereaksi dengan NH3
Kadar protein akhir dihitung berdasarkan rumus sbg berikut :

= V NaOH (blanko) – V NaOH (sampel) x N NaOH x 14,008 x 100% Fk
  sampel (mg)
- Titrasi Formol
Gugus amina diikat oleh formaldehid, sehingga protein menjadi bersifat asam dapat dititrasi menggunakan basa NaOH cocok untuk produk susu.
2. Gasometri
Protein + asam nitrit menghasilkan gas N2 dimurnikan dengan kalium permanganat kemudian dapat diukur volumenya dalam satu tempat tertentu. Metode ini lebih selektif daripada metode Kjeldahl disebabkan hanya bereaksi dengan gugus amin alifatik primer saja.
3. Spektrometri
Metode ini tepat digunakan untuk sampel yang mengandung protein terlarut, seperti pada produk-produk hasil ternak (telur dan daging) serta biji-bijian yang belum mengalami perubahan akibat pemanasan/pengolahan. Ada dua jenis sinar yang digunakan dalam metode ini, yaitu menggunakan sinar UV atau sinar tampak (visibel). Adanya gugus aromatik pada asam-asam amino seperti fenilalanin, tirosin, dan triptofan dapat menangkap sinar UV. Adapun jika menggunakan sinar tampak, maka terlebih dahulu diperlukan penambahan pereaksi, seperti tiga (3) macam reaksi berikut :
- Metode Biuret
Reaksi antara ikatan peptida dalam protein dengan logam Cu pada suasana basa menghasilkan komplek warna biru yang dapat diukur secara spektrofotometri pada λ 540 - 560 nm. Metode ini tepat untuk produk tepung-tepungan, gandum, darah, dan anggur.
- Metode Folin Ciocalteu
Metode ini didasarkan pada reduksi pereaksi Folin (asam fosmolibdat dan asam fosfotungsat) oleh gugus fenol pada tirosin dan triptofan menghasilkan molibdenum warna biru yang dapat diukur secara kolorimetri/ spektrofotometri. Cara ini relatif lebih cepat dan lebih peka, namun warna yang dihasilkan kurang stabil
- Metode Lowry
Metode ini merupakan pengembangan dan penggabungan dari metode Biuret dan metode Folin yang dilakukan oleh Lowry kurang lebih 45 tahun yang lalu. Adanya inti aromatis pada asam amino tirosin, triptofan, dan fenilalanin akan mereduksi kedua macam perekasi Lowry A (asam fosfomolibdat : asam fosfotungsat 1:1) menjadi molibdenum yang berwarna biru yang selanjutnya ditambahkan perekasi Lowry B (CuSO4 + Na2CO3 2% dalam NaOH 0,1 N + K Na-tatrat 2%) sehingga menghasilkan warna yang lebih stabil dan dapat diukur absorbansinya pada λ 600 nm. Metode ini lebih senditif daripada metode Biuret.
4. Spektrofuorometri
Asam amino tirosin dan triptofan dapat berfluorosensi pada λ eksitasi 280 nm dan λ emisi 348 nm. Keuntungan metode ini ialah lebih sensitif daripada menggunakan spektrofotometri UV karena dalam kadar yang lebih kecil mampu membrikan respon yang lebih tajam, serta lebih selektif karena tidak semua senyawa dapat berfluorosensi.
5. Tubidimetri
Metode ini didasarkan pada kekeruhan, dimana protein dalam suatu sampel dapat diendapkan dengan ditambahkan bahan pengendap protein, seperti asam trikloroasetat, kalium feri sianida, dam asam sulfosalisilat. Kurva baku dapat dibuat untuk mengubungkan antara tingkat kekeruhan sampel dengan kadar protein dalam sampel. Semakin tinggi tingkat kekeruhan sampel menunjukan semakin tinggi pula kadar proteinnya. Metode ini jarang dilakukan.
6. Pengikatan Zat Warna
Adanya gugus polar dalam protein dapat mengikat zat warna yang bermuatan berlawanan dengan muatan protein membentuk komplek warna yang tak larut. Zat warna yang sering digunakan ialah zat warna asidik seperti Amino Black 10B (λ maks 615 nm) dan Orange G (λ maks 485 nm) karena memiliki 2 gugus –SO3H (negatif) sehingga akan berikatan kuat dengan gugus amina yang bersifat basa dari protein.
7. Kromatografi
- Kromatografi Kertas dan Krom.Lapis Tipis
Metode ini sudah jarang dilakukan dengan ditemukannya metode lain yang lebih peka dan sensitif serta memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi, seperti KCKT dan KG.
- KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)
Metode ini merupakan penyempurnaan dari metode-metode yang telah ada, seperti spektrofotometri UV dan sinar tampak yang tidak mampu mendeteksi asam-asam amino yang tidak memiliki gugus aromatis. Untuk dapat mendeteksinya, diperlukan satu perlakuan tambahan terlebih dahulu, yaitu dengan menderivatisasi menjadi asam-asam amino yang dapat dideteksi (berfluorosen). Oleh karena itu, penting disini ialah pemilihan satu perekasi penderivat, yaitu yang memiliki syarat-syarat minimal, seperti :
- Mampu menghasilkan produk yang dapat ditangkap oleh sinar UV maupun sinar tampak (sepktrofotometri) ataupun dapat membentuk senyawa berfluorosen sehingga dapat diukur dengan spektrofulorometri.
-Mampu menghasilkan produk sebesar mungkin (100%)
- Mampu menghasilkan produk yang stabil selama prose derivatisasi mampun deteksi.
Beberapa pereaksi penderivat yang dapat digunakan, diantaranya ialah PITC (Fenil isotiosianat), BITC (Butil isotiosianat), OPA (o-ftalaldehid), dan AQC (6-aminokuinolil-N-hidroksisuksinimidil-karbamat)
- Kromatografi Gas
Dalam metode ini juga diperlukan satu perlakuan awal untuk menderivatisasi menjadi senyawa yang lebih volatil atau dapat menguap.



DAUn Jeruk Purut

Daun Jeruk purut
Jenuk purut banyak ditanam orang di pekarangan atau di kebun. Daunnya merupakan daun majemuk menyirip beranak daun satu. Tangkai daun sebagian melebar menyerupai anak daun. Helaian anak daun berbentuk bulat telur sampai lonjong, pangkal membundar atau tumpul, ujung tumpul sampai meruncing, tepi beringgit, panjang 8 -15 cm, lebar 2 – 6 cm, kedua permukaan licin dengan bintik bintik kecil berwarna jernih, permukaan atas warnanya hijau tua agak mengilap, permukaan bawah hijau muda atau hijau kekuningan, buram, jika diremas baunya harum. Bunganya berbentuk bintang, berwarna putih kemerah-merahan atau putih kekuningkuningan. Bentuk buahnya bulat telur, kulitnya hijau berkerut, berbenjolbenjol, rasanya asam agak pahi.[3]
Jeruk purut, merupakan tumbuhan perdu yang dimanfaatkan terutama buah dan daunnya sebagai bumbu penyedap masakan.
Dalam perdagangan internasional dikenal sebagai kaffir lime, sementara nama lainnya ma kruut (Thailand), krauch soeuch (Kamboja), khi hout (Laos), shouk-pote (Burma), kabuyau, kulubut, kolobot (Filipina), dan truc (Vietnam).
Jeruk purut termasuk ke dalam subgenus Papeda, berbeda dengan jenis jeruk pasaran lainnya, sehingga penampilannya mudah dikenali. Tumbuhannya berbentuk pohon kecil (perdu).
Klasifikasi daun jeruk purut :
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Geraniales
Suku : Rutaceae
Marga : Citrus
Jenis : Citrus hystrix DC
Karakteristik jeruk purut ini didominasi oleh kandungan sitronallanya yaitu sebesar 80% dan sisanya adalah citrolelol 10%, nerol dan limonena 10%. Jeruk purut mempunyai keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan jeruk-jeruk lainya karena pada jeruk lainnya yang mendominasi adalah enantiomernya.
Karakteristik kandungan komponen yang terkandung dalam jeruk purut.
Komponen
Persen kandungan (%)
sitronellal
80
sitronellol
10
nerol
5
Limonena
5

Komposisi kimia minyak atsiri daun jeruk purut :
Komposisi
Kimia (%)
Destilasi
Destilasi air
Licken- uap
Macerasi
Perkolasi Nickerson
Sitronellal
80,673
79,666
59,554
50,324
20,874
Linaliol
1,357
0,912
4,806
4,218
0,121
Sitronelil asetat
0,448
1,598
0,726
2,996
0,099
Sitral
1,221
1,995
0,648
1,826
0,089
Sitronellol
6,915
6,512
7,280
14,915
2,275
Nerol
-
0,345
-
-
0,038
Geraniol
0,495
0,446
0,085
0,854
0,027

Dalam dunia boga Asia Tenggara penggunaannya cukup sering dan rasa sari buahnya yang masam biasanya digunakan sebagai penetral bau amis daging atau ikan untuk mencegah rasa mual, seperti pada siomay. Ikan yang sudah dibersihkan biasanya ditetesi perasan buahnya untuk mengurangi aroma amis.
Daun jeruk juga banyak dipakai untuk masakan. Potongannya dicampurkan pada bumbu pecel atau juga gado-gado untuk mengharumkan. [4]