Jumat, 17 Februari 2012

Proses Liquefaction

Prose pembuatan bahan bakar gas dari batubara dengan proses liqifikasi dapat dibedakan menjadi 2 proses yaitu:
  1. Direct liquefaction (likuifikasi langsung)
  2. Indirect liquefaction (likuifikasi tidak langsung).
  1. Direct liquefaction (likuifikasi langsung)

Gambar II.3 Proses Direct Liquefaction (Likuifikasi Langsung)
Coal Liquefaction – Bagian dari plant ini terdiri dari tahap coal cleaning dan preparation (membuang ash dalam batubara), grinding (penghalusan ukuran, dan drying (pengeringan), coal liquefaction (tahap pencairan batubara), ekstraksi padatan dan cairan, serta recycle gas hidrogen. Batubara yang telah dikeringkan kemudian dihaluskan ukurannya dan kemudian dilikuifikasi pada temperature 750-800oF dan tekanan 3200 psig. Kondisi yang sulit tersebut mendorong proses craking dari batubara untuk menghasilkan liquid dan gas hidrokarbon. Pada umumnya 2 stage system ebulating-bed reactor digunakan dengan feed dan tambahan intermediate dari hydrogen. Fraksi berat dari liquid produk yang mengandung solid mineral dari batubara dipisahkan dari nafta dan produk distilat yang kemudian dikirim menuju unit pemisahan liquid-solid untuk diekstraksi dari solid dengan pelarut superkritis. Fraksi liquid berat kemudian direcycle menuju liquefaction reactor untuk dikonversi menjadi produk ringan. Hasil Eksraksi dapat berperan sebagai hidrogen donor yang berfungsi sebagai pelarut dalam proses liquifikasi batubara direaktor. Gas dikeluarkan langsung dari reaktor dan fraksinasi produk likuifikasi kemudian dikirim menuju hidrogen dan hydrocarbon gas recovery. Hidrogen yang terecovery direcyle kembali ke reaktor likuifikasi atau dikirim ke upgarding produk. Gas plant merecover campuran butane dan propane sebagai produk yang dapat dijual dan menghasilkan fuel gas (metana dan etana) yang dapat digunakan dalam proses pemanasan dan pembangkit tenaga listrik.
Hydrogen production- Hidrogen dihasilkan dari gasifikasi sebagian feed batubara dan ekstraksi ash, yang masih mengandung residu karbon. Plant ini terdiri dari unit pembersihan syngas (syngas clean up) , water-gas shift, dan pemurnian hidrogen untuk menghasilkan hidrogen dengan kemurnian yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai feed dalam proses likuifikasi yang terjadi di dalam reaktor. Sebuah unit pemisahan udara (air separation plant) diperlukan untuk menghasilkan oksigen murni untuk proses gasifikasi. Sebagai alternatif, gas alam dapat dipakai sebagai penghasil gas hidrogen menggunakan steam methane reforming atau parsial oksidasi. Harga dan ketersediaan dari gas alam memberikan pilihan terbaik dari generasi hidrogen.
Product Upgrading - Pada umumnya direct liquid kurang berkualitas jika digunakan sebagai feed langsung untuk tahap pemurnian petroleum. Oleh karena itu, nafta dan distillate hidrotreater digunakan untuk meng-upgrade komponen tersebut agar lebih berkualitas. Pengotor sulfur, nitrogen, dan oksigen didalam raw coal liquid akan dibuang dari proses dan komponen seperti olefin serta aromatik akan dijenuhkan dan kemudian sebagian lainnya akan dicracking.

  1. Indirect liquefaction (likuifikasi tidak langsung)

Gambar II.4 Proses Indirect Liquefaction (Likuifikasi Tak Langsung)
Suatu blok diagram alir untuk sebuah plant indirect liquefaction yang memanfaatkan sintesis Fisher-Tropsch untuk menghasilkan bahan bakar liquid ditunjukkan pada gambar 2.4 diatas. Komponen utama dari plant ini adalah :
Syngas Production – Bagian ini terdiri dari coal handling, drying dan grinding yang kemudian diikuti dengan gasifikasi. Unit pemisahan udara menyediakan oksigen untuk gasifier. Syngas cleanup terdiri dari proses hydrolysis, cooling, sour-water stripping, acid gas removal, dan sulfur recovery. Gas dibersihkan dari komponen sulfur dan komponen lain yang tidak diinginkan sampai pada level yang terendah untuk melindunginya dari downstream catalysts. Panas yang dipindahkan pada gas-cooling step direcover sebagai steam, dan digunakan secara internal untuk mensuppli kebutuhan power plant. Proses sour-water stripping akan menghilangkan ammonia yang dihasilkan dari nitrogen yang ada pada batubara. Sulfur dalam batubara akan dikonversikan menjadi hydrogen sulfide (H2S) dan carbonyl sulfide (COS). Proses hidrolisis digunakan untuk mengkonversikan COS dalam syngas menjadi H2S, yang direcover pada acid-gas removal step dan dikonversikan menjadi elemental sulfur pada sebuah Claus sulfur plant. Sulfur yang diproduksi biasanya dijual sebagai low-value byproduct.
Synthesis Gas Conversion – Bagian ini terdiri dari water-gas shift, a sulfur guard bed, synthesis-gas conversion reactors, CO2 removal, dehydration dan compression, hydrocarbon dan hydrogen recovery, autothermal reforming, dan syngas recycle. A sulfur guard bed dibutuhkan untuk melindungi katalis konversi gas sintesis yang dengan mudah diracuni oleh trace sulfur pada cleaned syngas. Clean synthesis gas dipindahkan untuk mendapatkan hydrogen/carbon monoxide ratio yang diinginkan, dan kemudian secara katalitik dikonversikan menjadi bahan bakar gas.
Dua cara utama melibatkan konversi ke hight-quality diesel dan distillate menggunakan Fischer-Tropsch route, atau konversi ke high-octane gasoline menggunakan proses metanol menjadi gasoline (MTG) . Fischer-Trosch (F-T) syntesis menghasilkan spektrum dari hidrokarbon paraffin yang ideal untuk diesel dan bahan bakar
Katalis yang digunakan dalam Fischer-Trops adalah besi atau cobalt. Keuntungan katalist besi dengan cobalt berlebih untuk mengkonversi coal-derived syngas yang mana besi memiliki kemampuan mengaktivasi reaksi water-gas shift dan secara internal mengatur low H2/CO ratio dari coal derived syngas yang diperlukan dalam reaksi Fischer-Trops. Jenis reactor yang digunakan dalam reaksi F-T adalah fixed-bed tubular reactor dan teknologi ini diaplikasikan di Shell’s Malaysian GTL. Sasol juga mengkomersialisasikan teknologi CTL di Afrika Selatan yang menggunakan Fixed bed reactor, circulating-fluidized bed dan fixed-fluidized bed reactor. Syngas dan produk F-T yang tidak terkonversi harus dipisahkan setelah langkah sintesis F-T. CO2 dapat dipisahkan dengan menggunakan teknik absorbsi. CO2 dengan kemurnian tinggi biasanya dibuang langsung ke udara bebas.
Proses pendinginan digunakan untuk memisahkan air dan hidrokarbon ringan (terutama metana, etana, dan propane) dari produk liquid hydrocarbon yang dihasilkan pada proses sintesis F-T. Gas hidrokarbon ringan dan gas sintesis yang tidak terkonversi dikirim ke proses hydrogen recovery.Purge dari fuel gas digunakan untuk menyuplai bahan bakar pada proses CTL. Akhirnya sisa gas dialirkan ke autothermal reforming plant untuk mengkonversi hidrokarbon ringan menjadi syngas untuk direcycle ke reaktor F-T.
Product Upgrading - FT liquid dapat dimurnikan menjadi LPG, gasoline, dan bahan bakar diesel. Pilihan lain adalah melalui partial upgrading seperti yang ditunjukkan dari gambar 2.4 untuk menghasilkan F-T syncrude. Kandungan wax yang tinggi di raw F-T liquid memerlukan hidroprosessing untuk membuat syncrude yang dapat dialirkan melalui pipa . Pilihan upgrading minimum termasuk hidrotreating dan hidrocracking dari F-T wax. Produk yang dihasilkan adalah F-T LPG dan F-T syncrude, yang dapat dikirim ke conventional petroleum refinery untuk difraksinasi menghasilkan produk yang dapat diolah lebih lanjut.[3]


Pra Rencana Pabrik BBG Dari Batubara

 Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
  • Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
  • Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
  • Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
  • Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
  • Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
  • Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
  • Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.
  • Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
  • Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.
  • Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:
  • Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
  • Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.

Cadangan batu bara dunia

Pada tahun 1996 diestimasikan terdapat sekitar satu exagram (1 × 1015 kg atau 1 trilyun ton) total batu bara yang dapat ditambang menggunakan teknologi tambang saat ini, diperkirakan setengahnya merupakan batu bara keras. Nilai energi dari semua batu bara dunia adalah 290 zettajoules. Dengan konsumsi global saat ini adalah 15 terawatt, terdapat cukup batu bara untuk menyediakan energi bagi seluruh dunia untuk 600 tahun.
British Petroleum, pada Laporan Tahunan 2006, memperkirakan pada akhir 2005, terdapat 909.064 juta ton cadangan batu bara dunia yang terbukti (9,236 × 1014 kg), atau cukup untuk 155 tahun (cadangan ke rasio produksi). Angka ini hanya cadangan yang diklasifikasikan terbukti, program bor eksplorasi oleh perusahaan tambang, terutama sekali daerah yang di bawah eksplorasi, terus memberikan cadangan baru.
Departemen Energi Amerika Serikat memperkirakan cadangan batu bara di Amerika Serikat sekitar 1.081.279 juta ton (9,81 × 1014 kg), yang setara dengan 4.786 BBOE (billion barrels of oil equivalent).
Sedangkan cadangan batubara Indonesia dihitung berdasarkan eksplorasi yang terus dilakukan, sehingga angkanya pun terus membesar seiring dengan ditemukannya lapisan – lapisan baru batubara. Tabel 1.1 menampilkan sumber daya batubara Indonesia, sedangkan tabel 1.2 menunjukkan sumber daya batubara berdasarkan kualitasnya. Meskipun total sumber daya batubara Indonesia mencapai 104,7 miliar ton, tapi cadangan yang bisa ditambang hanya sekitar 1/5nya saja, yaitu sebesar 21,1 miliar ton. Jumlah ini dipastikan akan bertambah seiring dengan eksplorasi yang terus berlangsung. Dilihat dari wilayah, maka hampir seluruh cadangan batubara Indonesia terdapat di Sumatera (50,06%) dan Kalimantan (49,56%), sedangkan sebagian kecil terdapat di Jawa, Sulawesi, dan Papua. Batubaranya pun hampir semuanya berjenis batubara uap, dengan karakteristik kadar abu dan sulfur yang rendah. Dari cadangan yang ada, diketahui bahwa jumlah untuk tipe bituminus dan sub-bituminus sebesar kurang lebih 40%, sedangkan sebagian besar sisanya adalah lignit (dalam tabel 1.2 merujuk ke sebagian batubara berkualitas sedang dan rendah). Antrasit juga diproduksi meskipun dalam jumlah yang sangat sedikit. Di Kalimantan bagian tengah juga diketahui terdapat batubara kokas sehingga pembangunan tambang di sana berlangsung dengan pesat dalam beberapa tahun belakangan ini.
Tabel 1.1. Sumber daya & cadangan batubara

Measured
Indicated
Inferred
Hypothetical
Total
%
Jawa
5,47
6,65
0
2,09
14,21
0,01
Sumatra
20.153,72
13.949,29
10.634,37
7.699,18
52.436,56
50,06
Kalimantan
14.371,72
17.977,78
5.070,61
14.497,21
51.917,41
49,56
Sulawesi
0
146,92
33,09
53,09
233,10
0,22
Maluku
0
2,13
0
0
2,13
0
Papua
89,4
64,02
0
0
153,42
0,15
Total
22.251,57
15.738,07
34.146,79
34.620,4
104.756,8
100
Cadangan
Total
21.100,00

Tabel 1.2. Sumber daya batubara berdasarkan kualitas

Kualitas
Cadangan
%
Low rank
<5100 kal
21.183,04
20,22
Middle rank
5100-6100
69.551
66,39
high rank
6100-7100
13.021,49
12,43
Highest rank
>7100
1.001,65
0,96
Total

104.756,83
100


1.2 Perkembangan industri batubara di indonesia
Dalam beberapa tahun terakhir, batubara telah memainkan peran yang cukup penting bagi perekonomian Indonesia. Sektor ini memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap penerimaan negara yang jumlahnya meningkat setiap tahun. Pada 2004 misalnya, penerimaan negara dari sektor batubara ini mencapai Rp 2,57 triliun, pada 2007 telah meningkat menjadi Rp 8,7 triliun, dan diperkirakan mencapai Rp 10,2 triliun pada 2008 dan lebih dari Rp 20 triliun pada 2009. Sementara itu, perannya sebagai sumber energi pembangkit juga semakin besar. Saat ini sekitar 71,1% dari konsumsi batubara domestik diserap oleh pembangkit listrik, 17% untuk industri semen dan 10,1% untuk industri tekstil dan kertas.
Produksi batubara Indonesia mencapai 215 juta ton pada 2008, meningkat 90,3% dibanding 2003. Peningkatan produksi 2008 didorong oleh meningkatnya impor batubara oleh China menjadi 3 kali lipat atau 14,5 juta ton pasca pemangkasan impor batubara dari Australia sebanyak 34% karena aturan pengiriman barang dengan kapal angkut yang lebih ketat. Sebagian besar produksi batubara Indonesia diekspor ke luar negeri. Pada 2007, dari total produksi 215 juta ton, hanya 45,3 juta ton (21%) yang dikonsumsi di dalam negeri, sedangkan 171 juta ton (79%) diekspor ke berbagai negara terutama Jepang, Taiwan dan China.
Indonesia memiliki peran yang penting sebagai pemasok batubara dunia. Menurut World Coal Institute, sejak 2004 Indonesia telah menjadi eksportir batubara kedua terbesar setelah Australia dengan kontribusi 26% terhadap total ekspor pada 2007, dan merupakan eksportir batubara thermal (ketel uap) terbesar dunia dengan total ekspor 171 juta ton pada 2007. Ekspor batubara Indonesia ditujukan ke berbagai negara khususnya negara-negara di Asia seperti Jepang, China, Taiwan, India, Korea Selatan, Hongkong, Malaysia, Thailand dan Filipina. Negara tujuan ekspor lainnya adalah Eropa seperti Belanda, Jerman dan Inggris, serta negara-negara di Amerika. Importir terbesar batubara Indonesia adalah Jepang (22,8%), dan Taiwan (13,7%). Berikutnya adalah India dan Korea Selatan yang diperkirakan mencapai 28%.
Indonesia memiliki perjanjian kerjasama Economic Partnership Agreement (EPA) Indonesia-Jepang yang memuat kerjasama untuk meningkatkan permintaan batubara dari Indonesia ke Jepang. Ini disebabkan China sebagai pemasok Jepang yang utama telah membatasi ekspor batubaranya menyusul pembatasan ekspor batubara China untuk melakukan pembangunan infrastruktur di dalam negeri.
(Sumber: Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM)

Menurut catatan Direktorat Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Indonesia, hingga 2003 tercatat 251 perusahaan yang melaksanakan penambangan batubara di Indonesia, dimana 71,7% (216 perusahaan) diantaranya merupakan perusahaan swasta nasional dan sisanya perusahaan asing. Meskipun demikian sekitar 85% dari produksi batubara dihasilkan oleh 9 perusahaan besar di antaranya Bumi Resources, Adaro, Kideco Jaya Agung, Berau Coal, Indominco Mandiri, dan PT Bukit Asam. Berdasarkan data tahun 2004, cadangan batubara terbesar dimiliki oleh Kaltim Prima Coal - Bumi Resources Grup (3.472 juta ton), Berau Coal (2.746 juta ton), Arutmin Indonesia - Bumi Resouces Gruop (2.514 juta ton), dan Adaro Indonesia (1.967 juta ton).
Saat ini produsen batubara terbesar Indonesia adalah PT. Bumi Resources yang menguasai 2 perusahaan besar batubara yakni PT. Kaltim Prima Coal dan PT. Arutmin dengan total pangsa pasar 30,3% pada 2007, diikuti PT. Adaro Indonesia (20,2%), Kideco Agung (10,6%), Berau Coal (6,6%), Indominco Mandiri (5,8%), dan PT Bukit Asam (4,8%).[1]

1.3 SIFAT BAHAN BAKU DAN PRODUK
1.3.1 Sifat Bahan Baku
Batubara merupakan campuran senyawa hidrokarbon yang terbentuk dari fosil-fosil tumbuhan yang telah tertimbun ribuan tahun bahkan jutaan tahun yang lalu. Dari tinjauan beberapa senyawa dan unsur yang terbentuk pada saat proses coalification, maka secara umum dikenal beberapa rank batubara yaitu:
1. Peat/ gambu, (C60H6O34) dengan sifat :
  • Warna coklat
  • Material belum terkompaksi
  • Mernpunyai kandungan air yang sangat tinggi
  • Mempunvai kandungan karbon padat sangat rendah
  • Mempunyal kandungan karbon terbang sangat tinggi
  • Sangat mudah teroksidasi
  • Nilai panas yang dihasilkan amat rendah.
2. Lignit/ brown coa, (C70OH5O25 ) dengan ciri :
  • Warna kecoklatan
  • Material terkornpaksi namun sangat rapuh
  • Mempunyai kandungan air yang tinggi
  • Mempunyai kandungan karbon padat rendah
  • Mempunyai kandungan karbon terbang tinggi
  • Mudah teroksidasi
  • Nilai panas yang dihasilkan rendah.
3. Subbituminous (C75OH5O20) - Bituminous (C80OH5O15) dengan ciri :
  • Warna hitam
  • Material sudah terkompaksi
  • Mempunyai kandungan air sedang
  • Mempunyai kandungan karbon padat sedang
  • Mempunyai kandungan karbon terbang sedang
  • Sifat oksidasi rnenengah
  • Nilai panas yang dihasilkan sedang.
4. Antrasit (C94OH3O3) dengan ciri :
  • Warna hitam mengkilat
  • Material terkompaksi dengan kuat
  • Mempunyai kandungan air rendah
  • Mempunyai kandungan karbon padat tinggi
  • Mempunyai kandungan karbon terbang rendah
  • Relatif sulit teroksidasi
  • Nilai panas yang dihasilkan tinggi.[8]
Sifat fisik batubara termasuk nilai panas, kadar air, bahan mudah menguap dan abu. Sifat kimia batubara tergantung dari kandungan berbagai bahan kimia seperti karbon, hidrogen, oksigen, dan sulfur.
Nilai kalor batubara beraneka ragam dari tambang batubara yang satu ke yang lainnya. Nilai untuk berbagai macam batubara diberikan dalam Tabel dibawah.
Tabel 1.3.1 Nilai kalor batubara
Parameter
Lignit
(Dasar Kering)
Batubara India
Batubara Indonesia
Batubara Afrika Selatan
GCV(kKal/Kg)
4.500
4000
5.500
6000
*GCV lignit pada ‘as received’ adalah 2500-3000
Tabel 1.3.2. kualitas rata-rata dari beberapa endapan batubara Miosen di Indonesia.
Tambang
Perusahaan
Kadar air total(%ar)
Kadar air inheren
Kadar abu (%ad)
Zat terbang (%ad)
Belerang (%ad)
Nilai energy (kkal/kg)(ad)
Prima
PT Kaltim Prima Coal
9.00
-
4.00
39.00
0.50
6800 (ar)
Pinang
PT Kaltim Prima Coal
13.00
-
7.00
37.50
0.40
6200 (ar)
Roto South
PT Kideco Jaya Agung
24.00
-
3.00
40.00
0.20
5200 (ar)
Binungan
PT Berau Coal
18.00
14.00
4.20
40.10
0.50
6100 (ad)
Lati
PT Berau Coal
24.60
16.00
4.30
37.80
0.90
5800 (ad)
Air Laya
PT Bukit Asam
24.00
-
5.30
34.60
0.49
5300 (ad)
Paringin
PT Adaro
24.00
18.00
4.00
40.00
0.10
5950 (ad)
(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998

1.3.2 Sifat Produk
Bahan bakar gas adalah bahan bakar yang mengandung gas metana ( CH4) dan etana (C2H6), propana (C3H8), butana (C4H10), pentana (C5H10), nitrogen dan karbon dioksida. BBG lebih ringan daripada udara dengan berat jenis sekitar 0,6036 dan mempunyai nilai oktan 120.
Jenis-jenis bahan bakar gas
Berikut adalah daftar jenis-jenis bahan bakar gas:
Bahan bakar yang secara alami didapatkan dari alam:
Gas alam
Metan dari penambangan batubara
Bahan bakar gas yang terbuat dari bahan bakar padat
Gas yang terbentuk dari batubara
Gas yang terbentuk dari limbah dan biomasa
Dari proses industri lainnya (gas blast furnace)
  • Gas yang terbuat dari minyak bumi
Gas Petroleum cair (LPG)
Gas hasil penyulingan
Gas dari gasifikasi minyak
Gas-gas dari proses fermentasi
Bahan bakar bentuk gas yang biasa digunakan adalah gas petroleum cair (LPG), gas alam, gas hasil produksi, gas blast furnace, gas dari pembuatan kokas, dll. Nilai panas bahan bakar gas dinyatakan dalam Kilokalori per normal meter kubik (kKal/Nm3) ditentukan pada suhu normal (200C) dan tekanan normal (760 mm Hg).
Sifat-sifat bahan bakar gas
Karena hampir semua peralatan pembakaran gas tidak dapat menggunakan kadungan panas dari uap air, maka perhatian terhadap nilai kalor kotor (GCV) menjadi kurang. Bahan bakar harus dibandingkan berdasarkan nilai kalor netto (NCV). Hal ini benar terutama untuk gas alam, dimana kadungan hidrogen akan meningkat tinggi karena adanya reaksi pembentukan air selama pembakaran.

Tabel 1.3.2.1 Sifat-sifat fisik dan kimia berbagai bahan bakar gas
Bahan
Bakar
Gas
Masa Jenis
Relatif
Nilai Kalor yang
lebih tinggi
kkal/Nm3
Perbandingan
Udara/Bahan bakar
- m3 udara terhadap
m3 Bahan Bakar
Suhu
Nyala api
oC
Kecepatan
Nyala api
m/s
Gas Alam
0,6
9350
10
1954
0,290
Propan
1,52
22200
25
1967
0,460
Butan
1,96
28500
32
1973
0,870